KOMPASPOPULARNEWS – Unit truk engkel bak kayu yang telah dimodifikasi dengan tangki penampung bahan bakar minyak (BBM), sering disebut “Heli” di kalangan mafia BBM, diduga digunakan untuk membeli dan menimbun solar bersubsidi.
Rzl pelaku usaha ketika dimintai keterangannya mengklaim bahwa truk engkel yang telah dimodifikasi tersebut adalah miliknya.
“Itu kendaraan saya yang beroperasi di wilayah Garut, Tasikmalaya, dan Ciamis,” kata Rzl.
Kecurigaan awak media bermula saat melihat sebuah truk engkel bak kayu mengisi solar di SPBU 34.44122 Leles, Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Sopir truk berinisial T alias Konong, saat dimintai keterangan, mengakui bahwa dirinya hanya seorang pekerja yang diperintahkan oleh bosnya, Awr, untuk mengisi solar subsidi di berbagai SPBU di Kabupaten Garut.
“Saya hanya seorang pekerja, bos Awr yang mempunyai kewenangan. Silakan hubungi bos saya,” ujarnya.
Rzl membantah informasi yang disampaikan oleh sopir kepada awak media, yang menyebutkan bahwa Awr adalah pemilik truk “Heli.” Ia menegaskan bahwa truk tersebut bukan milik Awr.
Baca juga: Manager SPBU 34 – 175.26 H Mubarok: Penjualan BBM Subsidi Sesuai SOP Pertamina
“Awr saya tunjuk sebagai koordinator lapangan untuk wilayah Kabupaten Tasikmalaya dan Kab Garut. Karena, saya tidak mungkin menangani semuanya sendiri,” ungkapnya.
Bahkan, Rzl juga diketahui sebagai pemilik perusahaan transporter PT. Sri Karya Lintasindo (SKL), yang sempat menjadi sorotan media karena terlibat dalam penangkapan oleh aparat kepolisian di beberapa daerah. “PT SKL ya milik saya,” ujarnya
Praktik jual beli migas jenis solar subsidi oleh mafia migas dan oknum SPBU Leles, Kabupaten Garut, telah sampai ke telinga Manager Communication Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Barat, Eko Kristiawan.
Menanggapi informasi penyelewengan BBM bersubsidi jenis solar, Pertamina Patra Niaga akan segera melakukan pengecekan dan berkoordinasi dengan Badan Pengawas Hilir (BPH) Minyak dan Gas Bumi (Migas).
“Terkait ini akan dicek dulu. Kalau ada oknum SPBU atau mitranya, Pertamina Patra Niaga akan menindak tegas sesuai SOP dan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Eko Kristiawan dikutip dari Indonesiadaily.net.
Praktisi hukum dan Panitia Pelaksana Kompolnas, Yenti Garnasih, mengungkapkan bahwa aparat penegak hukum (APH) tidak memerlukan laporan resmi untuk memberantas kejahatan migas jika sudah mendapatkan informasi, termasuk dari pemberitaan.
“Kalau polisi sudah tahu, ya bikin sendiri LP Model A. Polisi yang bikin LP, bukan orang lain,” tegas Yenti Garnasih.
Selain itu, Yenti Garnasih juga menekankan bahwa ketika pihak kepolisian mengetahui adanya kegiatan kejahatan migas yang merugikan masyarakat, mereka harus segera melakukan penyelidikan dan penyidikan.
“Kalau sudah diketahui polisi, masa mau dibiarkan? Solar bersubsidi itu hak rakyat. Korbannya rakyat, jadi polisi harus bertindak. Harus ada penyelidikan mendalam mengenai siapa pemilik truk, di mana ditimbunnya, dan berapa lama sudah berlangsung. Tidak mungkin hanya sopir dan kernet yang terlibat,” tegasnya. [kpn]