KOMPASPOPULARNEWS – Eksekusi rumah yang terletak di Komplek Metland blok H3 no 7 RT.009/RW.008 Kelurahan Petir Kecamatan Cipondoh, Kota Tangerang, berlangsung secara dramatis.
Hal ini dikarenakan eksekusi dilakukan oleh pihak juru sita, dengan mengacu pada keputusan yang telah inkrah dari Pengadilan Negeri Kota Tangerang. Namun, pihak pengacara dari tergugat, Septi Indiah Rahayu, S.H, M.H, telah mengajukan gugatan dan peninjauan kembali (PK) ke pengadilan.
Di sisi lain, pihak pengacara dari penggugat, bersama dengan juru sita dari Pengadilan Negeri Tangerang, bersikeras berdasarkan keputusan pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap (Inkracht).
Kuasa hukum dari pihak tergugat, Septi Indiah Rahayu, S.H, M.H, menjelaskan bahwa mereka memohon penundaan eksekusi karena sedang dalam proses peninjauan kembali (PK) dan proses gugatan perlawanan eksekusi oleh termohon eksekusi, Hendra, di Pengadilan Negeri Jakarta Barat. Selain itu, sedang berlangsung proses penyelidikan di Polresta Tangerang Kota, sesuai dengan surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan (SP2HP) tertanggal 29 Juli 2023.
“Kami meminta kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Barat, melalui Ketua PN Tangerang dan jajarannya, untuk menunda proses eksekusi objek sengketa a quo sampai ada keputusan hukum tetap dari upaya hukum PK dan gugatan perlawanan eksekusi no 224/Pdt.Bth/2023/PN.Jkt.Brt,” ujar Septi.
Septi juga menambahkan adanya kepastian hukum dari pelaporan pidana terhadap pemohon eksekusi yang sedang diselidiki oleh Polresta Tangerang Kota, atas dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan yang dilakukan oleh pemohon eksekusi melalui jual beli fiktif yang sebenarnya tidak pernah dilakukan oleh termohon eksekusi.
Baca juga: Tragedi Ambrolnya Jembatan Kaca di Limpakuwus: Pengelola Ditetapkan sebagai Tersangka
Sementara itu, termohon eksekusi, Hendra, menyatakan bahwa mereka tidak menghalangi proses eksekusi, namun meminta keadilan dengan diberikan uang kerohiman sampai hari ini sebelum rumah mereka dieksekusi, dan tidak pernah ada negosiasi.
Hendra melanjutkan, Terhadap eksekusi ini, keluarga saya, termasuk orangtua saya yang berusia 99 tahun, terpaksa berada di kursi roda dalam kondisi sakit termasuk istri dan tiga anak saya yang masih kecil mengalami goncangan fisik yang menyebabkan trauma.
“Apakah proses eksekusi di Indonesia seperti ini? Hingga saat ini, kami sekeluarga, terutama ibu saya yang sedang sakit dan berusia 99 tahun, masih terlantar. Rumah sementara yang dijanjikan oleh pihak pengacara penggugat belum terealisasi hingga saat ini,” ujarnya sambil meneteskan air mata.
Hal serupa diungkapkan oleh kuasa hukum lain yang ditunjuk oleh Hendra (tergugat), LBH Pisau (Pembela Independen Suara Ajudikasi Urgensi), Puguh Triwibowo, ST.,SH.,MH, yang mengatakan, seharusnya pihak pemohon melalui Pengadilan Negeri Jakarta Barat yang mendelegasikan eksekusi terhadap rumah pihak tergugat, dengan memperhatikan rasa kemanusiaan dan memberikan sedikit kepedulian dalam bermasyarakat yang baik, yaitu dengan memberikan uang kerohiman dengan tujuan untuk biaya pindah ke rumah atau kontrakan.
Hukum memang perlu ditegakkan, tetapi harus memperhatikan rasa kemanusiaan. Sila kedua ‘Kemanusiaan yang adil dan beradab’ serta sesuai dengan Sila ke-5 Pancasila ‘Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia’. Dengan berpedoman pada hal tersebut, kerohiman merupakan angka yang harus diberikan kepada tergugat untuk kelanjutan kehidupannya,” jelas Puguh.
Di tempat yang sama, Ketua RW 08, Erwin, mengungkapkan kepada awak media bahwa tidak ada pemberitahuan sebelumnya mengenai eksekusi tersebut. Hal ini menyebabkan warga merasa kaget dan resah dengan kejadian ini.
“Saya meminta agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi. Seharusnya pihak yang akan melakukan eksekusi memberikan pemberitahuan terlebih dahulu sebelum pelaksanaan eksekusi,” ujarnya.[kpn/red]