KOMPASPOPULARNEWS – Pembangunan fasilitas pengelolaan sampah atau Material Recovery Facility (MRF) dengan kapasitas 60 ton per hari yang terletak di Jalan Manunggal Raya RW 03, Kelurahan Parigi Baru, Kecamatan Pondok Aren, Kota Tangerang Selatan, sejak awal mendapat penolakan dari warga sekitar.
Meskipun penolakan tersebut telah disuarakan sejak awal, proyek pembangunan tetap dilanjutkan. Warga khawatir akan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan akibat operasional fasilitas tersebut.
“Sejak awal sudah ada warga sekitar menolak keberadaan tempat pengelolaan sampah itu,” ujar Samatha warga sekitar yang juga pengurus di Vihara Siddharta, Minggu (16/9/24).
Meskipun mendapat penolakan dari warga, Pemerintah kota Tangerang Selatan terus melanjutkan pembangunan Material Recovery Facility (MRF) dengan kapasitas 60 ton per hari.
Warga mengkritik pemerintah kota Tangerang Selatan karena dianggap melakukan pembangunan tanpa dasar hak yang jelas, serta tidak melalui prosedur yang sesuai dan kajian ilmiah yang ramah lingkungan. Keputusan ini menimbulkan kekhawatiran tentang dampak jangka panjang terhadap kesehatan dan lingkungan sekitar.
“jika melihat dibangun di pemukiman warga, sepertinya persyaratan pembangunannya tidak melalui proses kajian lingkungan dan kesehatan secara ilmiah dan tidak sesuai mekanisme prosedural serta kajian ramah lingkungannya tidak tepat,” imbuh Samatha.
Kalau dilihat dari block plant kawasan, Pembangunan MRF di Jalan Manunggal Raya, Kelurahan Parigi Baru, Kecamatan Pondok Aren, berada di kawasan yang ditetapkan sebagai area hijau, yang seharusnya diperuntukkan untuk pemukiman warga dan tidak untuk pabrik.
Meskipun aturan ini jelas, Pemerintah kota Tangerang Selatan tetap melanjutkan pembangunan pabrik pengelolaan sampah organik dan anorganik, yang digunakan untuk pakan ternak (magot) dan pupuk (kasgot). Langkah ini menimbulkan tudingan bahwa Pemkot mengabaikan aturan dan kepentingan warga setempat.
“Saya menilai ada unsur pemaksaan disini,” tukasnya.
Warga sekitar menyoroti berbagai kerugian yang akan ditimbulkan jika pabrik pengelolaan sampah dengan kapasitas tinggi tetap berdiri.
Mereka menyebutkan beberapa dampak negatif yang diantisipasi, antara lain: 1) Jalan raya yang dilintasi pabrik akan cepat rusak akibat lalu lintas kendaraan berat, 2) Pabrik tidak akan menyerap tenaga kerja setempat, 3) Pembangunan pabrik di atas kawasan pemukiman warga, 4) Pencemaran lingkungan yang dapat merusak kualitas hidup masyarakat.
Baca juga: Satgassus Pencegahan Tipikor Mabes Polri Pantau Proyek Irigasi Tersier di Sumut
Dampak Negatif Pembangunan MRF Terhadap Vihara Sidharta dan Kegiatan Ibadah
Pembangunan pabrik pengelolaan sampah di depan Vihara Sidharta, kota Tangerang Selatan, memicu penolakan dari komunitas Buddha dan organisasi kepemudaan lintas agama.
Vihara Sidharta, salah satu vihara besar di kota Tangsel dan dapat menampung 200-500 umat Buddha, menilai bahwa pembangunan pabrik pengolahan sampah akan mengganggu kegiatan keagamaan dan berdampak negatif pada tempat tinggal para Biksu. Hal ini jelas mengganggu kegiatan ibadah dengan bau sampah yang tidak sehat.
Selain itu, komunitas umat Buddha menganggap pembangunan ini bertentangan dengan UUD 1945 Pasal 29 ayat 2 tentang kebebasan beragama dan tidak sesuai dengan motto kota Tangerang selatan yang “Cerdas, Modern, Religius” (CIMOR).
Tuntutan Pengurus Vihara Sidharta dan Warga Sekitar Terhadap Pembangunan MRF
Pengurus dan umat Vihara Sidharta, bersama dengan warga sekitar, mengajukan tiga tuntutan terkait pembangunan Material Recovery Facility (MRF) di lingkungan mereka:
- Penolakan Tegas: Para pengurus vihara, umat, dan warga sekitar menolak dengan tegas pembangunan pabrik pengolahan sampah di lingkungan mereka.
- Penghentian Pembangunan: Mereka meminta agar pembangunan tempat pengolahan sampah segera dihentikan.
- Transparansi Rencana Pengembangan: Warga meminta pihak Bintaro untuk membuka blueprint rencana pengembangan lahan sekitar lokasi pembangunan.
Secara khusus, Samatha dan warga memohon dan meminta pada Pemko Tangerang Selatan meninjau ulang atas berdirinya pabrik itu, bahkan kalau perlu ditutup atau dipindahkan ketempat lain.
“Apalagi, beberapa meter ada Vihara tempat beribadah agama Buddha yang sudah berdiri sebelumnya,” tutupnya. [kpn]