KOMPASPOPULARNEWS – Seminar dan diskusi Malleum Talk’s 7 yang bertemakan Potret dan Harapan Sektor Keadilan Pembangunan Indonesia Bagian Timur, diselenggarakan di cafe Ledang Space Diah Studio Jl. Tukad Yeh Biu No.11, Sesetan, Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Bali
Mereka yang turut hadir dalam kegiatan seminar ini adalah fatha F B Duarte (Dosen Unud), Komang Kusumaedi (Kesbangpol Prov Bali), Lingganus Murib, S.Ap (Ketua IMMAPA), Faren Calvin Salak (Prodi ekonomi 2021 univ Udayana), Ekaristi Panulu Manik (Direktur Eksekutif Maileum Iustitiae Institut), I Made Nova (Moderator), serta Perwakilan HMI, PMKRI, GMNI. Selasa (4/3/2024).
Selain itu, I Komang Kusumaedi juga hadir sebagai salah satu pemateri inti yang membahas perkembangan pembangunan di Indonesia dari tahun ke tahun, mengalami kemajuan yang bertahap, khususnya di Papua. Beliau juga menyampaikan harapan akan kelanjutan pembangunan serta optimisme tinggi terhadap perkembangan pembangunan dan struktur birokrasi bagi rakyat Papua.
Faren Calvin Salak, yang turut hadir, juga sempat merasakan diskriminasi saat awal berkuliah, di mana mahasiswa lain menganggap remeh dan cenderung enggan untuk berkawan dengannya.
Para tokoh dan pembicara juga mengharapkan adanya perubahan di masa depan khususnya di bidang pendidikan bagi masyarakat Papua agar mampu mengelola sumber daya alam dan membangkitkan rasa semangat membangun negeri.
“Papua memiliki kondisi lingkungan universal dimana terdapat banyak kepentingan di dalamnya
dan juga isu terkait Infrastruktur yang ada seperti perkantoran, rumah sakit dan lainnya sudah bagus, namun yang menjadi persoalan adalah pegawai/karyawan banyak dari NON OAP,” menurut Lingga Murib.
Para perwakilan DPR yang ada dirasakan kurang mewakili aspirasi dan keinginan masyarakat Papua, di mana sering terjadi penyelewengan dana pusat yang hanya sampai di pemda dan tidak sampai kepada masyarakat bawah. Persoalan perbedaan budaya dan komunikasi sosial juga menjadi kendala, namun sejatinya kami ingin berbaur dengan masyarakat lainnya. Dengan belum dirasakan keadilan dikalangan mereka, maka banyak sekali perlawanan gerakan melalui KBB/OPM yg sangat menolak program otsus di Papua.
Banyak pemimpin di Papua tidak merealisasikan program yang tepat sasaran, sehingga diperlukan pengawalan khusus terutama terkait penyaluran anggaran bagi masyarakat Orang Asli Papua (OAP).
Menurut Efatha F B Duarte, penolakan masyarakat terhadap program Otsus adalah bukti semangat untuk memisahkan diri dari Indonesia, yang terjadi melalui stigma yang berkembang.
“Diplomasi Luar Negeri untuk keutuhan wilayah Indonesia sangat dibutuhkan bagi masyarakat, sehingga menepis segala dinamika yang berkembang di Papua saat ini,” ujar Efatha.
“Distorsi terkait adanya OPM yang menjadi pahlawan bagi rakyat papua karena belum merasakan adanya keadilan yang nyata di Indonesia.
Problem di papua cukup kompleks, bahkan LMA juga belum ada kesepakatan dalam membahas pembangunan Papua,” ujar Ekaristi Panulu Manik.
Secara khusus, Ekaristi mengatakan, kepedulian pemerintah yang sungguh-sungguh dalam menjalankan kebijakan bagi Papua sangat diperlukan, sehingga perkembangan pemerataan akan tercapai dan konflik sedikit berkurang, menjadi harapan bersama tujuan dari seminar ini.[kpn]